Problem Korosi dan Scale pada Minyak Bumi

MENGATASI PROBLEM KOROSI DAN SCALE
PADA PROSES PRODUKSI MINYAK BUMI



A.      MINYAK BUMI
Minyak bumi adalah suatu senyawa hidrokarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), hydrogen (11-14%), nitrogen (0,2-0,5%), sulfur (0-6%), dan oksigen (0-3,5%). Proses produksi minyak dari formasi  tersebut mempunyai kandungan air yang sangat besar, bahkan bisa mencapai kadar lebih dari 90%. Selain air, juga terdapat komponen-komponen lain berupa pasir,  garam-garam mineral, aspal,  gas  CO2  dan H2S. Komponen-komponen yang terbawa bersama minyak ini menimbulkan permasalahan   tersendiri pada proses produksi minyak bumi.  
Air yang terdapat  dalam  jumlah  besar  sebagian  dapat  menimbulkan  emulsi  dengan minyak  akibat adanya emulsifying agent dan pengadukan.  Selain  itu  hal  yang  tak kalah  penting  ialah  adanya  gas CO2 dan H2S yang dapat menyebabkan  korosi dan  dapat  mengakibatkan  kerusakan  pada  casing,  tubing,  sistem  perpipaan dan surface fasilities. Sedangkan ion-ion yang larut dalam air seperti kalsium, karbonat, dan sulfat dapat membentuk kerak (scale).  Scale dapat menyebabkan pressure drop karena terjadinya penyempitan pada system perpipaan, tubing, dan casing sehingga dapat menurunkan  produksi.

B.      KOROSI
Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran electron dari suatu  tempat  ke  tempat  yang lain  pada  permukaan  metal. Secara garis besar korosi  ada dua jenis yaitu  :

ü  Korosi Internal
Korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak bumi,  sehingga apabila terjadi  kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi.

ü  Korosi Eksternal
Korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari system perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam  pada udara dari tanah.

C.      Masalah Korosi  yang terjadi  dilapangan produksi  minyak
ü  Down  Hole Corrosion
High Fluid level pada jenis pompa angguk di sumur minyak dapat menyebabkan  terjadinya stress pada rod bahkan dapat pula terjadi corrosion fatigue. Pemilihan material  untuk peralatan bottom hole pump menjadi sangat renting. Pompa harus dapat tahan  terhadap  sifat-sifat korosi dari fluida yang diproduksi dan tahan pula terhadap sifat abrasi.

ü  Flowing  well
Anulus dapat pula digunakan untuk mengalirkan inhibitor ke dasar tubing dan memberikan proteksi pada tabung dari kemungkinan bahaya korosi. Pelapisan dengan plastik   dan memberikan inhibitor untuk proteksi tubing dapat pula digunakan pada internal tubing  surface.

ü  Casing  Corrosin
Casing yang terdapat di sumur-sumur produksi bervariasi dari yang besar sampai  yang  cnsentric acid.  Diperlukan  perlindungan katiodik untuk external casing. Korosi  internal  casing  tergantung  dari  komposisi  annular fluid.

ü  Well Heads
Peralatan dari well heads,   terutama pada well gas tekanan tinggi,  sering mengalami korosi yang disebabkan oleh kecepatan tinggi dan adanya turbulensi dari gas.

ü  Flow Lines
Adanya akuntansi dari deposit di dalam flow line dapat  menyebabkan  korosi dan   pitting yang akhirnya menyebabkan kebocoran. Internal corrosion di dalam flow line dapat dicegah  dengan  inhibitor.

D.      Tipe korosi di Lapangan Minyak
Tipe-tipe korosi  di lapangan minyak pada umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
ü  Uniform Corrosion
Korosi  yang  terjadi  pada  permukaan  logam  yang  berbentuk  pengikisan permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam berkurang sebagai akibat permukaan terkonversi oleh produk karat yang biasanya terjadi  pada  peralatan-peralatan  terbuka, misalnya permukaan  luar pipa.

ü  Pitting  Corrosion
Korosi   yang   berbentuk   lubang-lubang pada permukaan logam karena hancurnya   film dari proteksi logam yang disebabkan oleh rate korosi   yang berbeda   antara satu tempat dengan tempat yang lainnya pada permukaan logam  tersebut.

ü  Stress Corrosion  Cracking
Korosi berbentuk retak-retak yang tidak mudah dilihat, terbentuk dipermukaan logam dan berusaha merembet ke dalam. Ini banyak terjadi pada logam-logam           yang banyak mendapat tekanan. Hal ini disebabkan kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang korosif sehingga struktur logam  melemah.

ü  Errosion  Corrosion
Korosi yang terjadi karena tercegahnya pembentukan film pelindung yang disebabkan oleh  kecepatan  alir fluida  yang  tinggi, misalnya  abrasi  pasir.

ü  Galvanic Corrosion
Korosi   yang  terjadi   karena  terdapat  hubungan  antara  dua  metal  yang disambung  dan  terdapat  perbedaan  potensial  antara  keduanya.

ü  Crevice Corrosion
Korosi   yang   terjadi   di   sela-sela   gasket,   sambungan  bertindih,  sekrup-sekrup atau kelingan yang terbentuk oleh kotoran-kotoran endapan atau timbul  dari  produk-produk  karat.

ü  Selective Leaching
Korosi   ini berhubungan dengan melepasnya satu elemen dari Campuran logam.  Contoh yang paling mudah adalah desinfication  yang  melepaskan  zinc dari  paduan  tembaga.

E.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Korosi
Laju   korosi   maksimum   yang   diizinkan   dalam   lapangan   minyak   adalah   5 mpy (mils  per  year,  1  mpy  =  0,001  in/year),  sedangkan  normalnya  adalah  1  mpy atau  kurang.  Umumnya problem  korosi  disebabkan  oleh  air. Tetapi  ada  beberapa faktor selain  air yang  mempengaruhi  laju  korosi)  diantaranya:

1.       Faktor Gas Terlarut
ü  Oksigen  (02),  adanya  oksigen  yang  terlarut  akan  menyebabkan  korosi  pada metal seperti laju korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen.   Kelarutan oksigen dalam air merupakan fungsi  dari  tekanan,  temperatur  dan  kandungan  klorida.  Untuk  tekanan  1  atm dan  temperatur  kamar,  kelarutan  oksigen  adalah  10  ppm  dan  kelarutannya akan   berkurang   dengan   bertambahnya   temperatur   dan   konsentrasi   garam. Sedangkan kandungan oksigen dalam kandungan minyak-air yang dapat mengahambat  timbulnya  korosi  adalah  0,05  ppm  atau  kurang.  Reaksi  korosi secara   umum   pada   besi   karena   adanya   kelarutan   oksigen   adalah   sebagai berikut  :
Reaksi  Anoda   :  Fe -----------------------> Fe2-  + 2e
Reaksi  katoda  :  02 + 2H20 + 4e -------------------> 4 OH

ü  Karbondioksida   (CO2),   jika   kardondioksida   dilarutkan   dalam   air   maka   akan terbentuk asam karbonat (H2CO2) yang dapat menurunkan pH air dan meningkatkan korosifitas, biasanya   bentuk   korosinya   berupa   pitting   yang secara  umum reaksinya adalah:
CO2 + H2O ----------------------> H2CO3
Fe +  H2CO3 ------------------------> FeCO3 + H2
FeC03 merupakan  corrosion  product  yang  dikenal  sebagai  sweet  corrosion.

2.       Faktor Temperatur
Penambahan temperature umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperatur. Apabila metal pada temperatur  yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan  terbentuk korosi.

3.       Faktor pH
pH  netral  adalah  7,  sedangkan  ph  <  7  bersifat  asam  dan  korosif,  sedangkan untuk  pH  >  7  bersifat  basa  juga  korosif.  Tetapi  untuk  besi,  laju  korosi  rendah pada  pH  antara  7  sampai  13.  Laju  korosi  akan  meningkat  pada  pH  <  7  dan pada  pH >  13.

4.       Faktor Bakteri  Pereduksi  atau  Sulfat  Reducing  Bacteria  (SRB)
Adanya  bakteri  pereduksi  sulfat  akan  mereduksi  ion  sulfat  menjadi  gas  H2S, yang mana jika gas tersebut kontak dengan besi akan           menyebabkan terjadinya korosi.

5.       Faktor Padatan  Terlarut
ü  Klorida (CI), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga menyebabkan pecahnya alooys. Klorida biasanya ditemukan pada campuran minyak-air dalam   konsentrasi   tinggi yang akan menyebabkan proses korosi. Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan konduktivity  larutan  garam,  dimana  larutan  garam  yang  lebih  konduktif, laju  korosinya  juga  akan  lebih  tinggi.

ü  Karbonat (C03), kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak hal ini cenderung menimbulkan  masalah  scale.

ü  Sulfat  (S04),  ion  sulafat  ini  biasanya  terdapat  dalam  minyak.  Dalam  air, ion sulfat juga ditemukan dalam konsentrasi yang      cukup tinggi dan bersifat kontaminan, dan oleh bakteri  SRB sulfat diubah menjadi sulfide yang  korosif.

F.       Pencegahan Korosi
Dengan dasar pengetahuan tentang elektrokimia proses korosi yang dapat menjelaskan mekanisme dari korosi, dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan               terbentuknya korosi.
 Banyak                cara sudah ditemukan untuk pencegahan terjadinya korosi diantaranya adalah dengan cara  proteksi  katodik, coating, dan  penggunaan chemical  inhibitor.

ü  Proteksi  Katiodik
Untuk   mencegah   terjadinya   proses   korosi   atau   setidak-tidaknya   untuk memperlambat  proses  korosi  tersebut,  maka  dipasanglah  suatu  anoda  buatan  di luar  logam  yang  akan  diproteksi.  Daerah  anoda  adalah  suatu  bagian  logam  yang kehilangan  elektron.  Ion  positifnya  meninggalkan  logam  tersebut  dan  masuk  ke dalam  larutan  yang  ada  sehingga  logaml  tersebut  berkarat. Terlihat disini karena perbedaan potensial maka arus electron akan mengalir dari anoda yang  dipasang  dan  akan  menahan  melawan  arus electron dari logam  yang  didekatnya, sehingga  logam  tersebut  berubah  menjadi  daerah katoda. Inilah  yang  disebut  Cathodic Protection.
Dalam hal diatas electron disuplai kepada logam yang diproteksi oleh anoda  buatan  sehingga  elektron  yang  hilang  dari  daerah  anoda  tersebut  selalu diganti, sehingga  akan  mengurangi  proses korosi  dari  logam  yang  diproteksi. Anoda  buatan  tersebut  ditanam  dalam suatu elektrolit yang sama (dalam hal ini tanah lembab) dengan logam  (dalam hal ini  pipa) yang akan diprotekasi dan antara dan pipa dihubungkan dengan kabel yang sesuai  agar proses  listrik diantara  anoda  dan  pipa  tersebut  dapat  mengalir terus menerus.

ü  Coating
Cara  ini  sering  dilakukan  dengan  melapisi  logam  (coating)  dengan  suatu bahan agar logam  tersebut  terhindar dari  korosi.

ü  Pemakaian  Bahan-Bahan  Kimia  (Chemical  Inhibitor)
Untuk memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut inhibitor  corrosion yang bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan metal. Lapisan molekul pertama yang tebentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut chemis option. Corrosion inhibitor umumnya berbentuk  fluid atau cairan yang di injeksikan           pada production line. Karena inhibitor tersebut merupakan masalah yang   penting dalam menangani kororsi maka perlu dilakukan pemilihan inhibitor yang sesuai  dengan  kondisinya. Material corrosion  inhibitor terbagi  2, yaitu  :

1.       Organik  Inhibitor
Inhibitor  yang  diperoleh  dari  hewan  dan  tumbuhan  yang  mengandung  unsure karbon  dalam  senyawanya. Material  dasar dari  organik  inhibitor antara  lain:
a.       Turunan  asam  lemak  alifatik,  yaitu:  monoamine,  diamine,  amida,  asetat, oleat, senyawa-senyawa amfoter.
b.      Imdazolines dan  derivativnya.

2.       Inorganik  Inhibitor
Inhibitor  yang  diperoleh  dari  mineral-mineral  yang  tidak  mengandung  unsur
karbon  dalam  senyawanya.  Material dasar dari inorganik  inhibitor antara  lain kromat, nitrit, silikat, dan  pospat.

G.     SCALE
Istilah scale dipergunakan secara luas untuk deposit keras yang terbentuk pada   peralatan yang kontak atau berada dalam air. Dalam operasi produksi minyak bumi sering ditemui mineral scale seperti CaSO4, FeCO3, CaCO3 dan MgSO4. Senyawa-senyawa ini dapat larut dalam  air. Scale CaCO3 paling sering ditemui  pada operasi  produksi  minyak  bumi.  Akibat dari pembentukan scale pada operasi produksi minyak bumi adalah  berkurangnya  produktivitas sumur akibat tersumbatnya penorasi, pompa, valve, dan fitting  serta aliran. Penyebab terbentuknya deposit scale adalah terdapatnya senyawa-senyawa tersebut dalam air dengan jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan.  Faktor utama yang  berpengaruh  besar  pada  kelarutan senyawa-senyawa pembentuk scale ini adalah  kondisi  fisik  (tekanan,  temperatur, konsentrasi ion-ion lain dan  gas terlarut).

1.       Petunjuk dan Identifikasi Masalah Scale dan Kemungkinan Penyebabnya di lapangan Operasi
Di  lapangan  operasi  masalah  scale  dan  kemungkinan  penyebabnya  dapat dilihat  dari:

ü  Untuk  warna  terang  atau  putih
a.       Bentuk fisik                        : Keras, padat, dan  gambar halus.
Penambahan HCL 15%   : Tidak Larut.
Komposisi                           : BaSO4, SrSO4, CaSO4 dalam  air yang  terkontaminasi.

b.      Bentuk  fisik                       : Panjang, padat  kristalnya  seperti  mutiara.
Penambahan HCL 15%   : Larut tanpa ada gelembung gas, larutan menunjukkan  adanya       SO4  dengan  BaCl2.
Komposisi                           : Gipsum, CaSO4, 2H20 dalam air terkontaminasi dari dalam air
super saturation.
c.       Bentuk  fisik                       : Padat, halus, Kristal berbentuk penambahan HCL  15%.  Mudah arut  dan  ada  gelembung  gas.
Komposisi                           : CaCO3, campuran CaCO3 dan MgCO3 jika dilarutkan   perlahan-lahan.

ü  Untuk  warna  gelap  dari  coklat  sampai  dengan  hitam
a.       Bentuk fisik                        : Padat  dan  coklat.
Penambahan  HCL 15%  : Residu  berwarna  putih, pada  pemanasan  berwarna  coklat.
Komposisi                           : Sama  dengan  1a  dan  1b  untuk  residu  warna  putih,  yang berwarna coklat adalah   besi oksida yang merupakan produk korosi atau pengendapan yang disebabkan oleh oksigen.

b.      Bentuk fisik                        : Padat  berwarna  putih
Penambahan HCL 15%   : Logam hitam larut perlahan-lahan dengan perubahan pada  H2S, putih, residu  yang  tidak  larut.
Komposisi                           :Sama  dengan  1a.  dan  1b.  diatas  untuk  residunya  warna hitam adalah besi sulfide yang merupakan produk korosi.

H.     Reaksi-Reaksi Yang Menyebabkan Scale
Reaksi-reaksi  terbentuknya  padatan  deposit  antara  lain:

1.       BaCL2 + Na2S04 -----------------------> BaSO4 + 2 NaCI
Barium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi

2.       CaCl2 + Na2S04 -----------------------> CaSO4 + 2 NaCI
Gipsum  terdapat  dalam  air terkontarninasi  atau  supersaturation.

3.       Ca(HCO3)2 ----------------------> CaCO3 + CO2 + H2O
Kalsium  karbonat  terdapat  dalam  supersaturation  karena  penurunan  tekanan,
panas dan  agitasi.

I.        Pencegahan Scale dengan Scale Inhibitor
Scale inllibitor adalah bahan kimia yang menghentikan atau mencegah terbentuknya scale bila ditambahkan pada konsentrasi yang kecil pada air. Penggunaan bahwa kimia ini  sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah scale  dalam  periode  waktu  yang  lama. Mekanisme kerja  scale inhibitor ada  dua,  yaitu:

1.       Scale   inhibitor   dapat   teradsorpsi   pada   permukaan   kristal   scale   pada   saat mulai  terbentuk.  Inhibitor  merupakan  kristal  yang  besar  yang  dapat  menutupi kristal  yang  kecil  dan  menghalangi  pertumbuhan  selanjutnya.

2.       Dalam  banyak  hal  bahan  kimia  dapat  dengan  mudah  mencegah  menempelnya suatu  partikel-partikel  pada  permukaan  padatan.

J.        Tipe Scale Inhibitor
Kelompok scale inhibitor antara lain : inorganic poliphospat, Inhibitor organik, Phosponat, ester phospat, dan polimer.   Inorganik   poliphospat   adalah padatan   inorganik   non-kristalin. Senyawa ini jarang digunakan dalam operasi perminyakan. Kerugiannya adalah merupakan padatan dan bahan kimia ini mudah  terdegradasi  dengan  cepat  pada  pH  rendah  atau  pada  temperatur-tinggi. Inhibitor organic biasanya dikemas sebagai cairan konsentrat   dan tidak dapat dipisahkan  sebagai  bahan  kimia  stabil. Ester  phospat  merupakan  scale  inhibitor  yang  sangat  efektif  tetapi  pada temperatur      diatas    175°C     dapat    menyebabkan proses hidrolisa dalam  waktu singkat. Phosponat  merupakan  scale  inhibitor  yang  baik  untuk  penggunaan  pada temperatur   diatas   3500F.   Sedangkan   polimer   seperti   akrilat   dapat   digunakan pada  temperatur diatas 350°C.

K.      Pemilihan  Scale Inhibitor
Beberapa   hal   yang   perlu   diperhatikan   dalam   pemilihan   jenis   inhibitor untuk  mendapatkan  efektifitas kerja  inhibitor yang  baik adalah  sebagai  berikut:
ü  Jenis  scale,  dengan  diketahuinya  komposisi  scale,  dapat  dilakukan  pemilihan scale inhibitor yang  tepat.
ü  Kekerasan  scale.
ü  Temperatur, secara                umum, inhibitor berkurang keefektifannya apabila temperature meningkat.  Setiap  inhibitor  mempunyai  batas  maksimum  temperatur  operasi agar dapat  berfungsi  dengan  baik.
ü  pH, kebanyakan  scale inhibitor konvensional  tidak  efektif pada  pH rendah.
ü  Kesesuaian  bahan  kimia,  scale  inhibitor  yang  digunakan  harus  sesuai  dengan bahan   kimia lain yang juga digunakan untuk kepentingan operasi seperti corrosion inhibitor. Beberapa scale inhibitor ada yang bereaksi dengan kalsium,   magnesium   atau   barium   membentuk   scale   pada   konsentrasi   yang tinggi.
ü  Padatan terlarut, semakin banyak padatan terlarut maka semakin tinggi konsentrasi  inhibitor yang  digunakan.
ü  Kesesuaian dengan kondisi  air, kandungan  ion-ion  kalsium, barium dan magnesium  yang  ada dalam air akan  menyebabkan  terjadinya  reaksi  dengan beberapa jenis inhibitor sehingga menimbulkan masalah baru yaitu terbentuknya endapan.        Sehingga jenis inhibitor harus dipilih yang sesuai.
ü  lklim,  setiap  inhibitor  mempunyai  titik  lebur  tertentu  dan  cara  menginjeksikan ke  dalam  sistem,  sehingga  untuk  menghindari  terjadinya  pembekuan  ataupun perubahan  komposisi  dari  inhibitor.

L.       Beberapa  Jenis Scale Inhibitor
1.       Hidrokarbon
Hidrokarbon diperlukan sebagai pelarut hidrokarbon digunakan untuk menghilangkan   minyak,   parafin,   atau   asphaltic   materials   yang   menutupi   scale yang  terbentuk, karena apabila digunaka asam sebagai penghilang scale maka asam  ini  tidak  akan  bereaksi  dengan  scale  yang  tertutupi  oleh  minyak  (oil coated scale),  oleh  sebab  itu minyak harus dihilangkan terlebih dahulu dari scale dengan menggunakan  hidrokarbon.

2.       Asam klorida
Asam  klorida  adalah  bahan  yang  banya  digunakan  untuk  membersihkan  scale yang  telah  terbentuk.  Bahan  ini  dapat  digunakan  pada  berbagai  kondisi.  Asam klorida  digunakan  dengan  konsentrasi  5%,  10%,  atau  15%  Hcl.  Reaksi  yang terjadi:

CaCO3 + 2 HCI ---------------------> H2O + CO2 + CaCl2
Corrotion   inhibitor   harus   ditambahkan   dalam   Hcl   untuk   menghindari   efek keasaman  pada  pipa  yang  dapat  menyebabkan  korosi.


3.       Inorganic Converters
Inorganic converters biasanya merupakan suatu karbonat atau hidroksida yang akan bereaksi dengan kalsium sulfat            dan membentuk acid soluble calcium carbonate.  Kemudian diikuti dengan penambahan asam klorida untuk melarutkan karbonat atau  kalsium  hidroksida  yang  terbentuk.

CaSO4 + (NH4)2CO3 -------------------------> (NH4)2S04 + CaCO3
CaCO3 + 2 Hcl -------------------------> H2O + CO2 + CaCl2

CO2 yang terbentuk dari reaksi dengan asam ini akan membantu mengeluarkan secara mekanis scale yang mungkin            tersisa. Inorganic converters sebaiknya tidak digunakan  pada scale yang  keras.

4.       Organic Converters
Organic  converters  seperti  natrium  sitrat,  potassium  asetat  sering  digunakan. Reaktan  ini  akan  bereaksi  dengan  scale  kalsium  sulfat,  sehingga  scale  akan menjadi  lebih  lunak dan  mudah  dibersihkan  dengan  melewatkan  air.

5.       Natrium  Hidroksida

Larutan  10%  natrium  hidroksida  dapat  melarutkan  hingga  12,5%  berat  dari scale kalsium  karbonat.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Problem Korosi dan Scale pada Minyak Bumi"

Posting Komentar